
Neon Sins & City Grins: Sebuah Perjalanan Ke Arah Barat Yang Layak Dirayakan
Dari gerakan kecil itulah—gigs perumahan, panggung improvisasi, kolaborasi spontan—kurator Soundrenaline mulai memperhatikan

Dari gerakan kecil itulah—gigs perumahan, panggung improvisasi, kolaborasi spontan—kurator Soundrenaline mulai memperhatikan

Membayangkan apa yang berkecamuk di kepala para peserta—anak-anak muda yang bisa meng-googling peraturan daerah kapan saja. Apa mereka tidak merasa sedang dibodohi?

Saya datang dengan harapan muncul rumusan tata kelola kebudayaan ke depan—sekecil apa pun. Tapi diskusi ini, seperti kebanyakan sarasehan budaya lainnya, bergeser menjadi ruang curhat tentang betapa ruwetnya urusan kebudayaan di tangan pemerintah.

Maka, di tengah semua cerita tentang seni rupa, sastra, musik, dan festival besar yang mulai menoleh ke Lombok, Insomnia Theater hadir sebagai satu bab kecil yang menegaskan bahwa Lombok bukan lagi pinggiran.

Mereka adalah gerakan kecil dari ujung timur yang hendak memperbaiki cara kota melihat musik dan cara musik melihat kota.

Beginilah, pikir saya, seharusnya desa, pemerintah, dan pelaku budaya bergerak: tidak saling curiga, tapi saling menguatkan.

Setelah Dira marah dan saya minta maaf, tawa saya justru makin meledak. Sepanjang perjalanan pulang, saya tertawa di atas motor.
Sendirian, malam-malam, di jalan sepi.

Kalau Hazrat Inayat Khan hidup hari ini dan dengar lagu-lagu di FYP, mungkin ia akan menulis: “Barang siapa memahami misteri autotune, ia memahami misteri dunia digital.”